Rabu, 25 Juli 2012

BATU BARA DI KAWASAN STOPEL MULAI MENGELUARKAN ASAP


SEMARANG- Sejumlah Batu Bara di Kawasan stopel  tepatnya di Kawasan Industri Kaligawe mulai mengeluarkan asap. Bahkan ada beberapa Batu Bara yang sudah menjadi bara api.  Hal ini sangat membahayakan karena bisa menimbulkan bara api lebih besar. Penyebab timbulnya asap dari batu bara ini disebabkan didalam  gundukan terjadi pelembaban oleh air hujan yang terserah ke dalam batu bara. Ditambah hembusan angin serta panas disekitar  kawasan stopel Kaligawe ini dapat memicu timbulnya asap pada batu bara
Menurut Agung salah seorang penjaga stopel  “asap sudah muncul sejak rabu (25/7) dari pukul 06.00. Awalnya hanya muncul asap saja, namun semakin siang dengan panas yang semakin terik bara api mulai terlihat”. Dengan peralatan seadanya Agung dan para penjaga stopel lainya memadamkan bara api, baik dengan menyemprotkan air ke arah batu bara tersebut, dan menggunakan alat berat untuk memisahkan batu bara yang sudah menjadi bara api dan yang belum menjadi bara api. Di dalam Kawasan Stopel Kaligawe ini terdapat batu bara dari berbagai perusahaan general suplaiyer batu bara di Semarang, diantaranya Karya Bersama, Mahakam Sumber Jaya,dsb.
Merugi
Dengan adanya kejadian seperti ini menjadikan perusahaan-perusahaan tersebut merugi. Pasalnya saat ditimbang pasti berat batu bara akan berkurang,secara otomatis berdampak pada pengurangan harga jual. “Disamping itu walaupun  Batu Bara yang berada disekitar Kawasan Stopel merupakan jenis Sub-bitumen,yaitu  Batu bara dengan mutu yang lebih tinggi dengan memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, dan tingkat kelembaban yang lebih rendah, dengan terdapatnya air yang meresap ke dalam batu bara, tetap saja tidak bisa dihindari akan terjadi kelembaban ditambah lokasi Kali Gawe merupakan daerah panas yang cepat memicu terjadinya penguapan” ujar General Manajer dari  Karya Bersama Bapak Indra Nugroho,SH. Secara Fisik akan mengurangi mutu dan kualitas dari Batu Bara tersebut.

SEJUMLAH ORANG TERLIHAT SEDANG MEMBACA BUKU



SEMARANG- Sejumlah orang terlihat sedang asik dengan buku yang dibacanya. Suasana ini terjadi di halaman Masjid Baiturrahman Simpang lima Semarang Selasa (24/7) kemarin sore. Dengan digelarnya  pameran buku  di halaman masjid untuk memeriahkan datangnya bulan suci ramadhan. 
Ini merupakan suatu langkah baik Masjid Baitulrrahman untuk menarik pengunjung masjid untuk selalu berkunjung ke masjid dengan cara mengadakan pameran buku  dengan mendirikan stand khusus buku-buku islami. Tidak hanya membaca pengunjung juga diperbolehkan untuk membeli buku-buku islami di pameran tersebut. Dengan menggandeng toko buku Gunung Agung pameran tersebut dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai Masjid Baiturrahman.
Kebanyakan dari pengunjung pameran tersebut kaum anak muda, tidak sekedar menengok sampul saja, namun para pengunjung sangat menikmati apa yang ia baca” tutur Andi penjaga stand pameran buku tersebut. Setiap harinya stand tidak pernah sepi pengunjung, apalagi saat-saat jam sholad tiba stand penuh oleh pengunjung. Pameran ini akan dilaksanakan sampai H-7 menjelang lebaran, karena melihat antusiasme masyarakat terhadap pameran ini banyak maka pihak Masjid merencanakan pameran terus terlaksana sampai hari yang telah ditentukan.

PENAMPILAN ANAK-ANAK SKATERS RAMAIKAN BUKA BERSAMA



SEMARANG- Penampilan anak-anak skaters ramaikan  acara buka bersama anak yatim yang diadakan oleh pihak Lazisba manajemen dari Masjid Agung Baiturrahman Simpang lima     Selasa (24/7) pada sore hari. Acara tersebut diadakan di pelataran masjid  bekerja sama dengan Rasika FM.
Selain dimeriahkan oleh penampilan anak-anak skaters, acara tersebut juga di meriahkan oleh Lotuz Shaffels, kelompok shaffelin Semarang. Sebelum dimulai acara tersebut dibuka oleh penampilan rebana Ngadi Rejo Genuk. Dalam acara itu dihadiri oleh anak yatim dari berbagai perwakilan korwil di Semarang. Dengan diselingi oleh kultum yang bisa mencerahkan suasan hati para anak yatim.
Dalam sambutanya Ketua umum Manajemen Lazisba menuturkan “acara ini diadakan sebagai acara tahunan yang sering diadakan oleh manajemen Masjid Baiturrahman”. Dengan saling berbagi dapat ikud bersama-sama merasakan suasana bulan ramadhan. Dalam acara buka bersama ini pula tersisip doa untuk anak-anak yatim semoga bergerak berhasil namun dengan cara yang bijaksana tambahan Kepala Lazisba.
Pengunjung yang menyaksikan acara ini juga mendapatkan taqjil secara cuma-cuma dari panitia. Dengan membagikan 1000 taqjil pada saat bersamaan dengan acara buka bersama tersebut.

Selasa, 17 Juli 2012

Komunikasi dan Budaya Lokal

Komunikasi

Komunikasi adalah keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dimana dapat kita lihat komunikasi dapat terjadi pada setiap gerak langkah manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang tergantung satu sama lain dan mandiri serta saling terkait dengan orang lain dilingkungannya. Satu-satunya alat untuk dapat berhubungan dengan  orang lain dilingkungannya adalah komunikasi baik secara verbal maupun  non verbal  (bahas tubuh dan isyarat yang banyak dimengerti oleh suku bangsa). Hewitt (1981), menjabarkan tujuan penggunaan proses komunikasi secara spesifik sebagai berikut:

1.     Mempelajari atau mengajarkan sesuatu

2.     Mempengaruhi perilaku seseorang

3.     Mengungkapkan perasaan

4.     Menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang lain

5.     Berhubungan dengan orang lain

6.     Menyelesaian sebuah masalah

7.     Mencapai sebuah tujuan

8.     Menurunkan ketegangan dan menyelesaian konflik

9.     Menstimulasi minat pada diri sendiri atau orng lain

 

Budaya Lokal

Dalam wacana kebudayaan dan sosial, sulit untuk mendefinisikan dan memberi batasan terhadap budaya lokal, karena hal ini akan terkait dengan teks dan konteks. Definisi budaya lokal yang saya ambil di sini adalah berdasarkan visualisasi kebudayaan ditinjau dari sudut struktur dan tingkatannya. Penjelasannya adalah sebagai berikut

1. Supercultur : Kebudayaan yang berlaku bagi seluruh masyarakat. Contoh:kebudayaan nasional

2. Culture : Lebih khusus, misalnya berdasarkan golongan etnik, prrofesi, wilayah atau daerah. Contoh: budaya Sunda.

3. Subculture : Merupakan kebudayaan khusus dalam sebuah culture, namun kebudayaan ini tidak bertentangan dengan kebudayaan induknya. Contoh: budaya gotong-royong.

4. Counter-culture : Tingkatannya sama dengan subculture yaitu merupakan bagian turunan dari culture, namun counter-culture ini bertentangan dengan kebudayaan induknya. Contoh: budaya individualisme.

 

Dilihat dari struktur dan tingktannya, budaya lokal berada pada tingkat culture. Hal ini berdasarkan sebuah skema sosial budaya yang ada di Indonesia, dimana terdiri dari masyarakat yang bersifat majemuk dalam struktur sosial, budaya ( multikultural ) maupun ekonomi. Dalam pengertian yang luas, Judistira ( 2008:113 ) mengatakan bahwa kebudayaan daerah bukan hanya terungkap dari bentuk dan pernyataan rasa keindahan melalui kesenian belaka, tetapi termasuk segala bentuk dan cara-cara berperilaku,bertindak serta pola pikiran yang berada jauh di belakang apa yang tampak tersebut.

Dalam budaya lokal terdapat kandungan nilai-nilai yang merupakan suatu daya tarik yang tersebunyi dari keadaan luarnya. Kita bisa mengambil contoh dari ketiga hal yang telah kita tulis dalam pendahuluan, yaitu:

1.      Makanan

Dalam masyarakat Jogjakarta terdapat upacara garebeg, yang diadakan tiga kali dalam setahun dan diperkirakan telah ada sejak masa pemerintahan Hamengku Buwono I. Upacara tersebut bertujuan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad S.A.W., hari Idul Fitri dan hari Idul Adha. Makanan yang ditampilkan dalam upacara ini disebut gunungan. Ada enam jenis gunungan yang biasa ditampilkan yaitu gunungan lanang, gunungan wadon, gunungan gepak, gunungan pawuhan, gunungan darat dan gunungan kutug atau bromo. Makanan yang digunakan sebagai komponen gunungan terdiri dari beragam jenis kue dan hasil pertanian. Nilai yang terkandung dalam gunungan ini adalah:

a.       Nilai kesakralan : bentuknya menyerupai gunung, mengingatkan pada candi atau punden berundak sebagai tempat para dewa atau roh nenek moyang bersemayam

b.       Nilai kemanusiaan : wujud gunungan yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, telur, makanan dari beras dan ketan ditambah dengan masakan dari daging beranalogi dengan pengertian pohon hayat, melambangkan kemakmuran atau kehidupan itu sendiri

c.       Nilai moral : gunungan lanang dan wadon adalah penerapan klasifikasi dualisme yang saling melengkapi.

 

2.      Permainan

Dalam permainan tradisional terdapat nilai-nilai yang kemudian dapat menjadi pedoman hidup dan pedoman berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.

a.       Nilai keagamaan : contohnya adalah permainan dakon, permainan ini mengajarkan tentang kejujuran satu sama lain.

b.      Nilai sosial : contohnya adalah gobag sodor, permainan ini mengajarkan tentang kerjasama dan kompetisi.

c.       Nilai ekonomi : permainan tradisional tidak perlu menghabiskan biaya yang mahal, karena dapat memanfaatkan benda yang ada di lingkungan sekitar kita, misalnya pasaran, kita bisa menggunakan tanah sebagai sarana tanpa harus membayar.

 

3.      Pakaian

Pakaian tradisional juga mengandung nilai-nilai dibalik fungsinya untuk menutup tubuh dan melindungi tubuh. Kita akan mengambil contoh batik dari Cirebon yang bermotif Megamendung. Nilai-nilai yang terkandung dalam batik tersebut adalah:

a.       Nilai Penampilan (appearance) atau nilai wujud yang melahirkan benda seni. Nilai ini terdiri dari nilai bentuk dan nilai struktur. Nilai bentuk yang bisa dilihat secara visual adalah motif megamendung dalam sebuah kain yang indah terlepas dari penggunaan bahan berupa kain katun atau kain sutera. Sementara dalam nilai struktur adalah dihasilkan dari bentuk-bentuk yang disusun begitu rupa berdasarkan nilai esensial. Bentuk - bentuk tersebut berupa garis - garis lengkung yang disusun beraturan dan tidak terputus saling bertemu.

b.       Nilai Isi (Content) yang dapat terdiri atas nilai pengetahuan (kognisi), nilai rasa, intuisi atau bawah sadar manusia, nilai gagasan, dan nilai pesan atau nilai hidup (values) yang dapat terdiri dari atas moral, nilai sosial, nilai religi, dsb. Pada bentuk Megamendung bisa kita lihat garis lengkung yang beraturan secara teratur dari bentuk garis lengkung yang paling dalam (mengecil) kemudian melebar keluar (membesar) menunjukkan gerak yang teratur harmonis. Bisa dikatakan bahwa garis lengkung yang beraturan ini membawa pesan moral dalam kehidupan manusia yang selalu berubah (naik dan turun) kemudian berkembang keluar untuk mencari jati diri belajar / menjalani kehidupan sosial agama) dan pada akhirnya membawa dirinya memasuki dunia baru menuju kembali kedalam penyatuan diri setelah melalui pasang surut (naik dan turun) pada akhirnya kembali ke asalnya (sunnatullah). Sehingga bisa kita lihat bentuk megamendung selalu terbentuk dari lengkungan kecil yang bergerak membesar terus keluar dan pada akhirnya harus kembali lagi menjadi putaran kecil namun tidak boleh terputus. Terlepas dari makna filosofi bahwa Megamendung melambangkan kehidupan manusia secara utuh sehinga bentuknya harus menyatu. Dilihat dari sisi produksi memang mengharuskan kalau bentuk garis lengkung megamendung harus bertemu pada satu titik lengkung berikutnya agar pada saat pemberian warna pada proses yang bertahap (dari warna muda ke warna tua) bisa lebihmemudahkan.

c.       Nilai Pengungkapan (presentation) yang dapat menunjukkan adanya nilai bakat pribadi seseorang, nilai ketrampilan, dan nilai medium yang dipakainya. Ungkapan yang ditampilkan oleh senimannya berupa proses batik yang begitu indah dengan memberikan goresan lilin lewat alat yang dinamakan canting, terbuat dari bahan tembaga tipis yang dibentuk secara hati-hati sehingga lilin panas yang melewati ujung canting bisa mengalir dengan lancar. Paduan unsur warna yang harmonis dengan penuh makna bagi siapa yang melihatnya. Unsur warna biru yang kita kenal dengan melambangkan warna langit yang begitu luas, bersahabat dan tenang. Ditambah lagi dengan ada yang mengartikan bahwa biru melambangkan kesuburan sehinga warna batik Megamendung pada awalnya selalu memberikan unsur warna biru diselingi dengan warna dasar merah.

 Oleh karena itu peran sebuah komunikasi dalam sebuah pendekatan ini sangat penting untuk menghindari terjadinya mis komunikasi. Karena kurangnya pendekatan, promosi dan lemahnya diplomasi, berdampak kepada adanya upaya-upanya pihak lain yang ingin mengganggu stabilitas hasil kekayaan seni dan budaya lokal Indonesia. Terbukti dengan adanya beberapa upaya dari pihak asing yang ingin menguasai dan mengakui hasil kesenian beberapa daerah di Indonesia. Seperti halnya reog Ponorogo – Jawa Timur atau kesenian Angklung Jawa Barat yang akan di klaim oleh Malaysia sebagai kesenian khasnya. Semua itu dikarenakan kurangnya factor komunikasi, fungsi kontrol dan pengawasan, pembinaan dan pengakuan dari pemerintah. Sehingga ada anggapan bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah selama ini yang menyangkut seni dan budaya terkadang hanya retorika belaka, mengapa demikian? Karena selama ini mereka yang menjadi pengambil kebijakan (pemerintah daerah) kurang memahami dan mengerti tentang bagaimana pembinaan seni dan budaya di daerahnya, dan bagaimana pula cara mengemasnya sehingga hasil seni budaya itu menjadi menarik dan diminati.

 

 

 

Komunikasi dan Islam


Komunikasi sebagai salah satu disiplin ilmu sosial mulai berkembang di Amerika Serikat pada akhir tahun 1930-an. Tokoh-tokoh yang dianggap pertama kali melakukan studi tentang komunikasi manusia adalah Harold Lasswell, Paul Lazarsfled, Kurt Lewin, dan Carl Hovland.2 Meskipun komunikasi sebagai satu disiplin ilmu kehadirannya belum lama, tetapi perkembangannya begitu pesat, baik sebagai satu disiplin ilmu maupun sebagai skill.
Secara akademik kajian komunikasi terfokus kepada dua pendekatan utama, yaitu pendekatan yang memfokuskan kepada konteks situasional di mana komunikasi itu terjadi, dan pendekatan yang memfokuskan kepada fungsi-fungsi dari komunikasi.3 Dalam konteks situasional, ada enam kajian utama, yaitu: Interpersonal communication, small group communication, language and symbolic codes, organizational communication, public communication, dan mass communication. Sementara itu, dalam konteks fungsi-fungsi komunikasi, di antaranya sosialisasi, negosiasi, konflik, persuasi, dan sebagainya. Jika ditempatkan pada fokus kajian dan penelitian, maka komunikasi global dapat diletakkan pada pendekatan yang kedua, yakni melihat komunikasi dari sisi fungsinya.
Komunikasi global atau komunikasi internasional sebagai satu lapangan studi muncul pada abad ke-20, terutama setelah perang dunia kedua dan memasuki perang dingin. Suasana yang menye-babkan tumbuhnya kajian komunikasi internasional, yaitu: Pertama, adanya konflik, perang dan penggunaan propaganda internasional; Kedua, perkembangan organisasi-organisasi dan diplomasi interna-sional; Ketiga, penyebaran ideologi dan penggunaan komunikasi untuk menyebarkan pesan-pesan ideologi; Keempat, perkembangan teknologi komunikasi yang semakin canggih.4 Perkembangan ini semakin pesat terjadi terutama pada tahun 80-an di mana telekomunikasi dan teknologi komunikasi berkembang dengan pesat, munculnya negara-negara maju, dan berkembangnya organisasi-organisasi internasional.
Dalam era informasi, teknologi informasi—disebut juga teknologi intelektual—merupakan kegiatan utama masyarakat. Yang disebut teknologi informasi adalah ways of gathering, storing, manipulating, or retrieving information. Di situ sarana telekomunikasi dan komputer memegang peranan strategis dalam melakukan pertukaran informasi, dan pengetahuan yang sudah diolah, disaring dan dikeluarkan kembali.
Ketiga, di dalam dunia politik, kekuatan (power), baik yang bersifat “hard power”, maupun “soft power”, banyak ditentukan oleh kekuatan yang bersumber dari teknologi dan jaringan informasi.8 Karenanya, tidak heran apabila Thomas L. Friedman, wartawan The New York Times mengatakan jika pada masa perang dingin sebagai warga dunia kita ditakutkan akan adanya serangan nuklir dan perlombaan senjata. Tetapi, pada masa globalisasi ini, kita lebih khawatir akan serangan virus komputer, karena virus komputer dapat merusak sistem pertahanan suatu negara.9
Keempat, terjadinya konflik budaya dan peradaban. Dengan bergesernya peran negara dalam percaturan hubungan internasional, maka aspek kebudayaan menjadi dominan dalam hubungan internasional. Sementara itu, setiap kelompok budaya cenderung etnosentrik, yakni menganggap nilai-nilai budaya sendiri lebih baik dari pada budaya lainnya dan mengukur budaya lain berdasarkan rujukan budayanya. Ketika kita berkomunikasi dengan orang dari suku, agama atau ras lain, kita dihadapkan dengan sistem nilai dan aturan yang berbeda. Sulit memahami komunikasi mereka bila kita sangat etnosentrik. Melekat dalam etnosentrisme ini adalah stereotip, yaitu generalisasi (biasanya bersifat negatif) atas sekelompok orang (suku, agama, ras, dsb.) dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan individual.10 Hal ini juga yang diungkapkan oleh Samuel P. Huntington tentang adanya clash civilizations. Mengkaji tentang nilai-nilai dan tradisi yang ada pada Islam tentunya perlu untuk membongkar dan menganalisis sumber ajaran Islam yang pokok, yakni al-Qur’an dan Hadis. Di dalam al-Qur’an dan hadis Nabi terdapat banyak keterangan berkenaan dengan adanya komunikasi. Dalam hal ini komunikasi dipahami sebagai sebuah proses penciptaan makna antara dua orang atau lebih lewat penggunaan simbol-simbol atau tanda-tanda.
Dengan pemahaman tersebut, dialog antara Jibril dengan Muhammad ketika pertama kali turun wahyu di Gua Hira dapat dikategorikan sebagai proses komunikasi. Di dalam dialog tersebut, Nabi yang awalnya tidak memahami apa yang ingin disampaikan oleh malaikat Jibril, pada akhirnya memahami dan mengikuti apa yang disampaikan oleh Jibril yang kemudian dikenal dengan wahyu pertama surat al-Alaq ayat 1-5.
Begitu juga ketika Nabi menyampaikan (menceritakan) peristiwa yang dialaminya kepada Istrinya dan seorang pendeta dapat dikatakan sebagai proses komunikasi. Betapa tidak, cerita yang dikisahkan oleh Nabi kepada isteri dan pendeta begitu jelas dan mendapat respons yang positif dari kedua orang tersebut. Hal ini berarti ada kesesuaian makna yang bisa ditangkap dari komunikator (Nabi) kepada komunikan (Khadijah dan Pendeta).
Komunikasi Islam merupakan bentuk frasa dan pemikiran yang baru muncul dalam penelitian akademik sekitar tiga dekade belakangan ini. Munculnya pemikiran dan aktivisme komunikasi Islam didasarkan pada kegagalan falsafah, paradigma dan pelaksanaan komunikasi Barat yang lebih mengoptimalkan nilai-nilai pragmatis, materialistis serta penggunaan media secara kapitalis. Kegagalan tersebut menimbulkan implikasi negatif terutama terhadap komunitas Muslim di seluruh penjuru dunia akibat perbedaan agama, budaya dan gaya hidup dari negara-negara (Barat) yang menjadi produsen ilmu tersebut.
Ilmu komunikasi Islam yang hangat diperbincangkan akhir-akhir ini terutama menyangkut teori dan prinsip-prinsip komunikasi Islam, serta pendekatan Islam tentang komunikasi. Titik penting munculnya aktivisme dan pemikiran mengenai komunikasi Islam ditandai dengan terbitnya jurnal “Media, Culture and Society” pada bulan Januari 1993 di London. Ini semakin menunjukkan jati diri komunikasi Islam yang tengah mendapat perhatian dan sorotan masyarakat tidak saja di belahan negara berpenduduk Muslim tetapi juga di negara-negara Barat. Isu-isu yang dikembangkan dalam jurnal tersebut menyangkut Islam dan komunikasi yang meliputi perspektif Islam terhadap media, pemanfaatan media massa pada era pascamodern, kedudukan dan perjalanan media massa di negara Muslim serta perspektif politik terhadap Islam dan komunikasi.
Komunikasi Islam berfokus pada teori-teori komunikasi yang dikembangkan oleh para pemikir Muslim. Tujuan akhirnya adalah menjadikan komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatif, terutama dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang bersesuaian dengan fitrah penciptaan manusia. Kesesuaian nilai-nilai komunikasi dengan dimensi penciptaan fitrah kemanusiaan itu memberi manfaat terhadap kesejahteraan manusia sejagat. Sehingga dalam perspektif ini, komunikasi Islam merupakan proses penyampaian atau tukar menukar informasi yang menggunakan prinsip dan kaedah komunikasi dalam Alquran. Komunikasi Islam dengan demikian dapat didefenisikan sebagai proses penyampaian nilai-nilai Islam dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi yang sesuai dengan Alquran dan Hadis. Teori-teori komunikasi yang dikembangkan oleh Barat lebih menekankan aspek empirikal serta mengabaikan aspek normatif dan historikal. Adapun teori yang dihasilkan melalui pendekatan seperti ini sangat bersifat premature universalism dan naive empirism. Dalam konteks demikian Majid Tehranian, menguraikan bahwa pendekatan ini tidak sama implikasinya dalam konteks kehidupan komunitas lain yang memiliki latar belakang yang berbeda. Sehingga dalam perspektif Islam, komunikasi haruslah dikembangkan melalui Islamic world-view yang selanjutnya menjadi azas pembentukan teori komunikasi Islam seperti aspek kekuasaan mutlak hanya milik Allah, serta peranan institusi ulama dan masjid sebagai penyambung komunikasi dan aspek pengawasan syariah yang menjadi penunjang kehidupan Muslim.
Dalam aspek perubahan sosial dan pembangunan masyarakat, komunikasi Barat cenderung bersifat positivistik dan fungsional yang berorientasi kepada individu, bukan kepada keselurusan sistem sosial dan fungsi sosiobudaya yang sangat penting untuk merangsang terjadinya perubahan sosial. Kualitas komunikasi menyangkut nilai-nilai kebenaran, kesederhanaan, kebaikan, kejujuran, integritas, keadilan, kesahihan pesan dan sumber, menjadi aspek penting dalam komunikasi Islam. Oleh karenanya dalam perspektif ini, komunikasi Islam ditegakkan atas sendi hubungan segitiga (Islamic Triangular Relationship), antara “Allah, manusia dan masyarakat”.
Dalam Islam prinsip informasi bukan merupakan hak eksklusif dan bahan komoditi yang bersifat value-free, tetapi ia memiliki norma-norma, etika dan moral imperatif yang bertujuan sebagai service membangun kualitas manusia secara paripurna. Jadi Islam meletakkan inspirasi tauhid sebagai parameter pengembangan teori komunikasi dan informasi. Alquran menyediakan seperangkat aturan dalam prinsip dan tata berkomunikasi.
Di samping menjelaskan prinsip dan tata berkomunikasi, Alquran juga mengetengahkan etika berkomunikasi. Dari sejumlah aspek moral dan etika komunikasi, paling tidak terdapat empat prinsip etika komunikasi dalam Alquran yang meliputi fairness (kejujuran), accuracy (ketepatan/ketelitian), tanggungjawab dan kritik konstruktif. Dalam surah an-Nuur ayat 19 dikatakan: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita), perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui”. Sehubungan dengan etika kejujuran dalam komunikasi, ayat-ayat Alquran memberi banyak landasan. Hal ini diungkapkan dengan adanya larangan berdusta dalam surah an-Nahl ayat 116: “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung”.
Dalam masalah ketelitian menerima informasi, Alquran misalnya memerintahkan untuk melakukan check and recheck terhadap informasi yang diterima. Dalam surah al-Hujurat ayat 6 dikatakan: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. Menyangkut masalah tanggungjawab dalam surah al-Isra’ ayat 36 dijelaskan: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawab-nya”. Alquran juga menyediakan ruangan yang cukup banyak dalam menjelaskan etika kritik konstruktif dalam berkomunikasi. Salah satunya tercantum dalam surah Ali Imran ayat 104: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”.
Selain itu, prinsip komunikasi Islam menekankan keadilan (‘adl) sebagaimana tertera dalam surah an-Nahl ayat 90, berbuat baik (ihsan) dalam surah Yunus ayat 26, melarang perkataan bohong dalam surah al-Hajj ayat 30, bersikap pertengahan (qana’ah) seperti tidak tamak, sabar sebagaimana dijelaskan pada surah al-Baqarah ayat 153, tawadu’ dalam surah al-Furqan ayat 63, menunaikan janji dalam surah al-Isra’ ayat 34 dan seterusnya. Membangun paradigma komunikasi Islam, sesungguhnya tidak harus dimulai dari nol. Dasaran sintesisnya dapat menggunakan teori-teori komunikasi konvensional (Barat), namun yang menjadi Homework bagi para intelektual Muslim adalah membuat sintesis baru melalui aspek methatheory yang meliputi epistemologi, ontologi dan perspektif. Pembenahan pada aspek dimensi nilai dan etika harus dapat berkolaborasi dengan ketauhidan dan tanggungjawab ukhrawi. Fungsi komunikasi Islam adalah untuk mewujudkan persamaan makna, dengan demikian akan terjadi perubahan sikap atau tingkah laku pada masyarakat Muslim. Sedangkan ultimate goal dari komunikasi Islam adalah kebahagiaan hidup dunia dan akhirat yang titik tekannya pada aspek komunikan bukan pada komunikator.