Komunikasi dan Budaya Lokal
Komunikasi
Komunikasi adalah keterampilan yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, dimana dapat kita lihat komunikasi dapat terjadi pada setiap
gerak langkah manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang tergantung satu sama
lain dan mandiri serta saling terkait dengan orang lain dilingkungannya.
Satu-satunya alat untuk dapat berhubungan dengan orang lain dilingkungannya adalah komunikasi baik secara verbal maupun non verbal
(bahas tubuh dan isyarat yang banyak dimengerti oleh suku bangsa). Hewitt (1981), menjabarkan tujuan
penggunaan proses komunikasi secara spesifik sebagai
berikut:
1. Mempelajari
atau mengajarkan sesuatu
2. Mempengaruhi
perilaku seseorang
3. Mengungkapkan
perasaan
4.
Menjelaskan
perilaku sendiri atau perilaku orang lain
5. Berhubungan
dengan orang lain
6. Menyelesaian
sebuah masalah
7. Mencapai
sebuah tujuan
8. Menurunkan
ketegangan dan menyelesaian konflik
9. Menstimulasi
minat pada diri sendiri atau orng lain
Budaya
Lokal
Dalam wacana kebudayaan dan sosial,
sulit untuk mendefinisikan dan memberi batasan terhadap budaya lokal, karena
hal ini akan terkait dengan teks dan konteks. Definisi budaya lokal yang saya
ambil di sini adalah berdasarkan visualisasi kebudayaan ditinjau dari sudut
struktur dan tingkatannya. Penjelasannya adalah sebagai berikut
1. Supercultur : Kebudayaan yang berlaku bagi seluruh
masyarakat. Contoh:kebudayaan nasional
2. Culture : Lebih khusus, misalnya berdasarkan golongan
etnik, prrofesi, wilayah atau daerah. Contoh: budaya Sunda.
3. Subculture :
Merupakan kebudayaan khusus dalam sebuah culture, namun kebudayaan ini tidak
bertentangan dengan kebudayaan induknya. Contoh: budaya gotong-royong.
4.
Counter-culture : Tingkatannya sama dengan subculture yaitu merupakan bagian
turunan dari culture, namun counter-culture ini bertentangan dengan kebudayaan
induknya. Contoh: budaya individualisme.
Dilihat dari struktur dan tingktannya,
budaya lokal berada pada tingkat culture. Hal ini berdasarkan sebuah skema
sosial budaya yang ada di Indonesia, dimana terdiri dari masyarakat yang
bersifat majemuk dalam struktur sosial, budaya ( multikultural ) maupun
ekonomi. Dalam pengertian yang luas, Judistira ( 2008:113 ) mengatakan bahwa
kebudayaan daerah bukan hanya terungkap dari bentuk dan pernyataan rasa
keindahan melalui kesenian belaka, tetapi termasuk segala bentuk dan cara-cara
berperilaku,bertindak serta pola pikiran yang berada jauh di belakang apa yang
tampak tersebut.
Dalam budaya lokal terdapat kandungan
nilai-nilai yang merupakan suatu daya tarik yang tersebunyi dari keadaan
luarnya. Kita bisa mengambil contoh dari ketiga hal yang telah kita tulis dalam
pendahuluan, yaitu:
1. Makanan
Dalam masyarakat Jogjakarta terdapat
upacara garebeg, yang diadakan tiga kali dalam setahun dan diperkirakan telah
ada sejak masa pemerintahan Hamengku Buwono I. Upacara tersebut bertujuan untuk
memperingati kelahiran Nabi Muhammad S.A.W., hari Idul Fitri dan hari Idul
Adha. Makanan yang ditampilkan dalam upacara ini disebut gunungan. Ada enam
jenis gunungan yang biasa ditampilkan yaitu gunungan lanang, gunungan wadon,
gunungan gepak, gunungan pawuhan, gunungan darat dan gunungan kutug atau bromo.
Makanan yang digunakan sebagai komponen gunungan terdiri dari beragam jenis kue
dan hasil pertanian. Nilai yang terkandung dalam gunungan ini adalah:
a. Nilai
kesakralan : bentuknya menyerupai gunung, mengingatkan pada candi atau punden
berundak sebagai tempat para dewa atau roh nenek moyang bersemayam
b. Nilai kemanusiaan : wujud gunungan yang
terdiri dari buah-buahan, sayuran, telur, makanan dari beras dan ketan ditambah
dengan masakan dari daging beranalogi dengan pengertian pohon hayat,
melambangkan kemakmuran atau kehidupan itu sendiri
c. Nilai moral :
gunungan lanang dan wadon adalah penerapan klasifikasi dualisme yang saling
melengkapi.
2. Permainan
Dalam permainan tradisional terdapat
nilai-nilai yang kemudian dapat menjadi pedoman hidup dan pedoman berperilaku
dalam kehidupan sehari-hari.
a. Nilai keagamaan
: contohnya adalah permainan dakon, permainan ini mengajarkan tentang kejujuran
satu sama lain.
b. Nilai sosial :
contohnya adalah gobag sodor, permainan ini mengajarkan tentang kerjasama dan
kompetisi.
c. Nilai ekonomi :
permainan tradisional tidak perlu menghabiskan biaya yang mahal, karena dapat
memanfaatkan benda yang ada di lingkungan sekitar kita, misalnya pasaran, kita
bisa menggunakan tanah sebagai sarana tanpa harus membayar.
3. Pakaian
Pakaian tradisional juga mengandung
nilai-nilai dibalik fungsinya untuk menutup tubuh dan melindungi tubuh. Kita
akan mengambil contoh batik dari Cirebon yang bermotif Megamendung. Nilai-nilai
yang terkandung dalam batik tersebut adalah:
a. Nilai
Penampilan (appearance) atau nilai wujud yang melahirkan benda seni. Nilai ini
terdiri dari nilai bentuk dan nilai struktur. Nilai bentuk yang bisa dilihat
secara visual adalah motif megamendung dalam sebuah kain yang indah terlepas
dari penggunaan bahan berupa kain katun atau kain sutera. Sementara dalam nilai
struktur adalah dihasilkan dari bentuk-bentuk yang disusun begitu rupa
berdasarkan nilai esensial. Bentuk - bentuk tersebut berupa garis - garis lengkung
yang disusun beraturan dan tidak terputus saling bertemu.
b. Nilai Isi (Content) yang dapat terdiri atas
nilai pengetahuan (kognisi), nilai rasa, intuisi atau bawah sadar manusia,
nilai gagasan, dan nilai pesan atau nilai hidup (values) yang dapat terdiri
dari atas moral, nilai sosial, nilai religi, dsb. Pada bentuk Megamendung bisa
kita lihat garis lengkung yang beraturan secara teratur dari bentuk garis
lengkung yang paling dalam (mengecil) kemudian melebar keluar (membesar)
menunjukkan gerak yang teratur harmonis. Bisa dikatakan bahwa garis lengkung
yang beraturan ini membawa pesan moral dalam kehidupan manusia yang selalu berubah
(naik dan turun) kemudian berkembang keluar untuk mencari jati diri belajar / menjalani
kehidupan sosial agama) dan pada akhirnya membawa dirinya memasuki dunia baru
menuju kembali kedalam penyatuan diri setelah melalui pasang surut (naik dan
turun) pada akhirnya kembali ke asalnya (sunnatullah). Sehingga bisa kita lihat
bentuk megamendung selalu terbentuk dari lengkungan kecil yang bergerak membesar
terus keluar dan pada akhirnya harus kembali lagi menjadi putaran kecil namun
tidak boleh terputus. Terlepas dari makna filosofi bahwa Megamendung
melambangkan kehidupan manusia secara utuh sehinga bentuknya harus menyatu.
Dilihat dari sisi produksi memang mengharuskan kalau bentuk garis lengkung
megamendung harus bertemu pada satu titik lengkung berikutnya agar pada saat
pemberian warna pada proses yang bertahap (dari warna muda ke warna tua) bisa
lebihmemudahkan.
c. Nilai
Pengungkapan (presentation) yang dapat menunjukkan adanya nilai bakat pribadi
seseorang, nilai ketrampilan, dan nilai medium yang dipakainya. Ungkapan yang
ditampilkan oleh senimannya berupa proses batik yang begitu indah dengan
memberikan goresan lilin lewat alat yang dinamakan canting, terbuat dari bahan
tembaga tipis yang dibentuk secara hati-hati sehingga lilin panas yang melewati
ujung canting bisa mengalir dengan lancar. Paduan unsur warna yang harmonis
dengan penuh makna bagi siapa yang melihatnya. Unsur warna biru yang kita kenal
dengan melambangkan warna langit yang begitu luas, bersahabat dan tenang.
Ditambah lagi dengan ada yang mengartikan bahwa biru melambangkan kesuburan
sehinga warna batik Megamendung pada awalnya selalu memberikan unsur warna biru
diselingi dengan warna dasar merah.
Oleh karena itu peran sebuah komunikasi dalam sebuah pendekatan ini sangat penting untuk
menghindari terjadinya mis komunikasi. Karena
kurangnya pendekatan, promosi dan lemahnya diplomasi, berdampak kepada adanya
upaya-upanya pihak lain yang ingin mengganggu stabilitas hasil kekayaan seni
dan budaya lokal Indonesia. Terbukti dengan adanya beberapa upaya dari pihak
asing yang ingin menguasai dan mengakui hasil kesenian beberapa daerah di
Indonesia. Seperti halnya reog Ponorogo – Jawa Timur atau kesenian Angklung
Jawa Barat yang akan di klaim oleh Malaysia sebagai kesenian khasnya. Semua itu
dikarenakan kurangnya factor komunikasi, fungsi
kontrol dan pengawasan, pembinaan dan pengakuan dari pemerintah. Sehingga ada
anggapan bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah selama ini yang menyangkut seni
dan budaya terkadang hanya retorika belaka, mengapa demikian? Karena selama ini
mereka yang menjadi pengambil kebijakan (pemerintah daerah) kurang memahami dan
mengerti tentang bagaimana pembinaan seni dan budaya di daerahnya, dan
bagaimana pula cara mengemasnya sehingga hasil seni budaya itu menjadi menarik
dan diminati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar