Selasa, 17 Juli 2012

Komunikasi dan Budaya Lokal

Komunikasi

Komunikasi adalah keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dimana dapat kita lihat komunikasi dapat terjadi pada setiap gerak langkah manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang tergantung satu sama lain dan mandiri serta saling terkait dengan orang lain dilingkungannya. Satu-satunya alat untuk dapat berhubungan dengan  orang lain dilingkungannya adalah komunikasi baik secara verbal maupun  non verbal  (bahas tubuh dan isyarat yang banyak dimengerti oleh suku bangsa). Hewitt (1981), menjabarkan tujuan penggunaan proses komunikasi secara spesifik sebagai berikut:

1.     Mempelajari atau mengajarkan sesuatu

2.     Mempengaruhi perilaku seseorang

3.     Mengungkapkan perasaan

4.     Menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang lain

5.     Berhubungan dengan orang lain

6.     Menyelesaian sebuah masalah

7.     Mencapai sebuah tujuan

8.     Menurunkan ketegangan dan menyelesaian konflik

9.     Menstimulasi minat pada diri sendiri atau orng lain

 

Budaya Lokal

Dalam wacana kebudayaan dan sosial, sulit untuk mendefinisikan dan memberi batasan terhadap budaya lokal, karena hal ini akan terkait dengan teks dan konteks. Definisi budaya lokal yang saya ambil di sini adalah berdasarkan visualisasi kebudayaan ditinjau dari sudut struktur dan tingkatannya. Penjelasannya adalah sebagai berikut

1. Supercultur : Kebudayaan yang berlaku bagi seluruh masyarakat. Contoh:kebudayaan nasional

2. Culture : Lebih khusus, misalnya berdasarkan golongan etnik, prrofesi, wilayah atau daerah. Contoh: budaya Sunda.

3. Subculture : Merupakan kebudayaan khusus dalam sebuah culture, namun kebudayaan ini tidak bertentangan dengan kebudayaan induknya. Contoh: budaya gotong-royong.

4. Counter-culture : Tingkatannya sama dengan subculture yaitu merupakan bagian turunan dari culture, namun counter-culture ini bertentangan dengan kebudayaan induknya. Contoh: budaya individualisme.

 

Dilihat dari struktur dan tingktannya, budaya lokal berada pada tingkat culture. Hal ini berdasarkan sebuah skema sosial budaya yang ada di Indonesia, dimana terdiri dari masyarakat yang bersifat majemuk dalam struktur sosial, budaya ( multikultural ) maupun ekonomi. Dalam pengertian yang luas, Judistira ( 2008:113 ) mengatakan bahwa kebudayaan daerah bukan hanya terungkap dari bentuk dan pernyataan rasa keindahan melalui kesenian belaka, tetapi termasuk segala bentuk dan cara-cara berperilaku,bertindak serta pola pikiran yang berada jauh di belakang apa yang tampak tersebut.

Dalam budaya lokal terdapat kandungan nilai-nilai yang merupakan suatu daya tarik yang tersebunyi dari keadaan luarnya. Kita bisa mengambil contoh dari ketiga hal yang telah kita tulis dalam pendahuluan, yaitu:

1.      Makanan

Dalam masyarakat Jogjakarta terdapat upacara garebeg, yang diadakan tiga kali dalam setahun dan diperkirakan telah ada sejak masa pemerintahan Hamengku Buwono I. Upacara tersebut bertujuan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad S.A.W., hari Idul Fitri dan hari Idul Adha. Makanan yang ditampilkan dalam upacara ini disebut gunungan. Ada enam jenis gunungan yang biasa ditampilkan yaitu gunungan lanang, gunungan wadon, gunungan gepak, gunungan pawuhan, gunungan darat dan gunungan kutug atau bromo. Makanan yang digunakan sebagai komponen gunungan terdiri dari beragam jenis kue dan hasil pertanian. Nilai yang terkandung dalam gunungan ini adalah:

a.       Nilai kesakralan : bentuknya menyerupai gunung, mengingatkan pada candi atau punden berundak sebagai tempat para dewa atau roh nenek moyang bersemayam

b.       Nilai kemanusiaan : wujud gunungan yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, telur, makanan dari beras dan ketan ditambah dengan masakan dari daging beranalogi dengan pengertian pohon hayat, melambangkan kemakmuran atau kehidupan itu sendiri

c.       Nilai moral : gunungan lanang dan wadon adalah penerapan klasifikasi dualisme yang saling melengkapi.

 

2.      Permainan

Dalam permainan tradisional terdapat nilai-nilai yang kemudian dapat menjadi pedoman hidup dan pedoman berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.

a.       Nilai keagamaan : contohnya adalah permainan dakon, permainan ini mengajarkan tentang kejujuran satu sama lain.

b.      Nilai sosial : contohnya adalah gobag sodor, permainan ini mengajarkan tentang kerjasama dan kompetisi.

c.       Nilai ekonomi : permainan tradisional tidak perlu menghabiskan biaya yang mahal, karena dapat memanfaatkan benda yang ada di lingkungan sekitar kita, misalnya pasaran, kita bisa menggunakan tanah sebagai sarana tanpa harus membayar.

 

3.      Pakaian

Pakaian tradisional juga mengandung nilai-nilai dibalik fungsinya untuk menutup tubuh dan melindungi tubuh. Kita akan mengambil contoh batik dari Cirebon yang bermotif Megamendung. Nilai-nilai yang terkandung dalam batik tersebut adalah:

a.       Nilai Penampilan (appearance) atau nilai wujud yang melahirkan benda seni. Nilai ini terdiri dari nilai bentuk dan nilai struktur. Nilai bentuk yang bisa dilihat secara visual adalah motif megamendung dalam sebuah kain yang indah terlepas dari penggunaan bahan berupa kain katun atau kain sutera. Sementara dalam nilai struktur adalah dihasilkan dari bentuk-bentuk yang disusun begitu rupa berdasarkan nilai esensial. Bentuk - bentuk tersebut berupa garis - garis lengkung yang disusun beraturan dan tidak terputus saling bertemu.

b.       Nilai Isi (Content) yang dapat terdiri atas nilai pengetahuan (kognisi), nilai rasa, intuisi atau bawah sadar manusia, nilai gagasan, dan nilai pesan atau nilai hidup (values) yang dapat terdiri dari atas moral, nilai sosial, nilai religi, dsb. Pada bentuk Megamendung bisa kita lihat garis lengkung yang beraturan secara teratur dari bentuk garis lengkung yang paling dalam (mengecil) kemudian melebar keluar (membesar) menunjukkan gerak yang teratur harmonis. Bisa dikatakan bahwa garis lengkung yang beraturan ini membawa pesan moral dalam kehidupan manusia yang selalu berubah (naik dan turun) kemudian berkembang keluar untuk mencari jati diri belajar / menjalani kehidupan sosial agama) dan pada akhirnya membawa dirinya memasuki dunia baru menuju kembali kedalam penyatuan diri setelah melalui pasang surut (naik dan turun) pada akhirnya kembali ke asalnya (sunnatullah). Sehingga bisa kita lihat bentuk megamendung selalu terbentuk dari lengkungan kecil yang bergerak membesar terus keluar dan pada akhirnya harus kembali lagi menjadi putaran kecil namun tidak boleh terputus. Terlepas dari makna filosofi bahwa Megamendung melambangkan kehidupan manusia secara utuh sehinga bentuknya harus menyatu. Dilihat dari sisi produksi memang mengharuskan kalau bentuk garis lengkung megamendung harus bertemu pada satu titik lengkung berikutnya agar pada saat pemberian warna pada proses yang bertahap (dari warna muda ke warna tua) bisa lebihmemudahkan.

c.       Nilai Pengungkapan (presentation) yang dapat menunjukkan adanya nilai bakat pribadi seseorang, nilai ketrampilan, dan nilai medium yang dipakainya. Ungkapan yang ditampilkan oleh senimannya berupa proses batik yang begitu indah dengan memberikan goresan lilin lewat alat yang dinamakan canting, terbuat dari bahan tembaga tipis yang dibentuk secara hati-hati sehingga lilin panas yang melewati ujung canting bisa mengalir dengan lancar. Paduan unsur warna yang harmonis dengan penuh makna bagi siapa yang melihatnya. Unsur warna biru yang kita kenal dengan melambangkan warna langit yang begitu luas, bersahabat dan tenang. Ditambah lagi dengan ada yang mengartikan bahwa biru melambangkan kesuburan sehinga warna batik Megamendung pada awalnya selalu memberikan unsur warna biru diselingi dengan warna dasar merah.

 Oleh karena itu peran sebuah komunikasi dalam sebuah pendekatan ini sangat penting untuk menghindari terjadinya mis komunikasi. Karena kurangnya pendekatan, promosi dan lemahnya diplomasi, berdampak kepada adanya upaya-upanya pihak lain yang ingin mengganggu stabilitas hasil kekayaan seni dan budaya lokal Indonesia. Terbukti dengan adanya beberapa upaya dari pihak asing yang ingin menguasai dan mengakui hasil kesenian beberapa daerah di Indonesia. Seperti halnya reog Ponorogo – Jawa Timur atau kesenian Angklung Jawa Barat yang akan di klaim oleh Malaysia sebagai kesenian khasnya. Semua itu dikarenakan kurangnya factor komunikasi, fungsi kontrol dan pengawasan, pembinaan dan pengakuan dari pemerintah. Sehingga ada anggapan bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah selama ini yang menyangkut seni dan budaya terkadang hanya retorika belaka, mengapa demikian? Karena selama ini mereka yang menjadi pengambil kebijakan (pemerintah daerah) kurang memahami dan mengerti tentang bagaimana pembinaan seni dan budaya di daerahnya, dan bagaimana pula cara mengemasnya sehingga hasil seni budaya itu menjadi menarik dan diminati.

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar